Kamis, 27 Juni 2013
Rabu, 12 Juni 2013
Selasa, 11 Juni 2013
Solusi Dari Permasalahan Terjadinya Hubungan Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Di Perantauan.
Solusi Dari Permasalahan Terjadinya Hubungan Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Di Perantauan.
Dalam
pergaulan antara pria dan wanita yang seringkali menimbulkan berbagai problem
yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan (nizham) tertentu. Pergaulan antara pria dan wanita itu pulalah yang
melahirkan berbagai interaksi yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan
tertentu. Maka peraturan pergaulan pria-wanita seperti inilah sesungguhnya yang
lebih tepat disebut sebagai an-nizhâm
al-ijtimâ‘î.
Alasannya,
sistem inilah yang pada hakikatnya mengatur pergaulan antara dua lawan jenis
(pria dan wanita) serta mengatur berbagai interaksi yang timbul dari pergaulan
tersebut. Karena itu, pengertian an-nizhâm
al-ijtimâ‘î dibatasi hanya untuk menyebut sistem yang mengatur pergaulan
pria-wanita dan mengatur interaksi/hubungan yang muncul dari pergaulan
tersebut, serta menjelaskan setiap hal yang tercabang dari interaksi tersebut.
Dalam hubungan antara pria dan wanita ini, dapat digolongkan menjadi dua
golongan yaitu, pertama, orang-orang yang terlalu melampaui batas (tafrith), yang beranggapan bahwa
termasuk hak wanita adalah berdua-duaan (berkhalwat) dengan laki-laki sesuai
kehendaknya dan keluar rumah dengan membuka auratnya dengan baju yang dia
sukai. Kedua, orang-orang yang terlalu ketat (ifrath), yang tidak memandang bahwa di antara hak wanita ialah
melakukan usaha perdagangan atau pertanian. Mereka pun berpandangan bahwa
wanita tidak boleh bertemu dengan pria sama sekali, dan bahwa seluruh badan
wanita adalah aurat termasuk wajah dan telapak tangannya. Dari kedua pandangan
tersebut kemudian melahirkan pemisah diantara kaum muslimin, ataupun masyarakat
pada umumnya[1][1]
Di
lain pihak, terkonsentrasinya perhatian masyarakat kepada kedua pandangan
tersebut, membuat masyarakat mengesampingkan pelanggaran-pelanggaran dalam an-nizhâm al-ijtimâ‘î, yang salah satu
diantaranya adalah munculnya fenomena hubungan seks pra-nikah dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi salah satu penyebab kegoncangan pemikiran dan penyimpangan
pemahaman dari kebenaran ini, adalah serangan yang dilancarkan oleh peradaban
Barat berupa pemikiran akan kebebasan. Peradaban Barat benar-benar telah mengendalikan
cara berpikir dan selera sedemikian rupa, sehingga mengubah pemahaman (mafahim) masyakat tentang kehidupan,
tolok-ukur (maqayis) terhadap segala
sesuatu, dan keyakinan (qana’at) yang
telah tertancap di dalam jiwa individu, seperti ghîrah (semangat) terhadap Islam atau penghormatan kita terhadap
tempat-tempat suci. Kemenangan peradaban Barat atas kita telah merambah ke
seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek pergaulan pria wanita.[2][2]
Islam
memandang seksualitas merupakan suatu hal yang suci dan bukanlah suatu hal yang
kotor, yang tidak hanya dikaitkan dengan masalah hubungan intim antara
laki-laki dan perempuan saja, melainkan juga membahas aspek-aspek lain yang
terkait di dalamnya, seperti masalah bersuci, ta’aruf, interaksi sosial,
gender, pernikahan dan mendapatkan keturunan. Karena itu diperlukan pemahaman
akan remaja dan aspek-aspek kehidupannya untuk mengetahui kebutuhan persoalan
seksualitas yang mereka inginkan, sehingga konsep bimbingan akan lebih tepat
sasaran. Konsep bimbingan seksualitas bagi remaja dalam perspektif Islam
meliputi metode, metodenya antara lain, secara langsung dan tidak langsung,
dengan materi berisi tentang mengenalkan mahramnya, menjaga kesehatan alat
reproduksi, menjauhi zina, cara mengontrol dorongan seksual, anjuran menikah,
memelihara pandangan dan kehormatan, memakai pakaian yang sopan, larangan
berduaan di tempat sepi, menjaga pergaulan dari sifat negatif, memfilter
media-media yang berbau pornografi, semua itu diberikan dalam rangka pemberian
pengetahuan kepada para remaja, karena dengan adanya pengetahuan tersebut
remaja diharapkan akan mempunyai kesadaran sehingga ia akan menjauhi perbuatan
zina.
Lebih
dari itu, Islam telah menetapkan hukum-hukum Islam tertentu yang berkenaan
dengan hal ini. Hukum-hukum tersebut banyak sekali jumlahnya. Di antaranya
adalah sebagai berikut:
1. Islam
telah memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita, untuk menundukkan
pandangan. Hal ini sesuai dengan QS an-Nûr ayat 30-31.
2. Islam
memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna,
yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak
tangannya. Mereka hendaknya mengulurkan pakaian hingga menutup tubuh mereka.
Hal ini sesuai dengan QS an-Nûr ayat 31 dan QS al-Ahzâb: 59
3. Islam
melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) dari suatu tempat ke
tempat lain selama perjalanan sehari semalam, kecuali jika disertai dengan
mahram-nya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak halal seorang
wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama
sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.” (HR Muslim).
4. Islam
melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita
itu disertai mahram-nya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Janganlah sekali-kali seorang pria dan
wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya.” (HR Muslim).
5. Islam
melarang wanita untuk keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya, karena
suami memiliki hak atas istrinya. Maka tidak dibenarkan seorang istri keluar
dari rumah suaminya kecuali atas izinn suaminya. Jika seorang istri keluar
tanpa seizin suaminya, maka perbuatannya termasuk ke dalam kemaksiatan, dan dia
dianggap telah berbuat nusyûz (pembangkangan) sehingga tidak berhak mendapatkan
nafkah dari suaminya.
6. Islam
sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus komunitas wanita terpisah dari
komunitas pria; begitu juga di dalam masjid, di sekolah, dan lain sebagainya.
7. Islam
sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya
bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat; bukan hubungan yang bersifat khusus
seperti saling mengunjungi antara wanita dengan pria yang bukan mahram-nya atau
keluar bersama untuk berdarmawisata.[3][3]
Menurut
Notoatmodjo (2003) dalam Adnani H. & Widowati Citra (2006), Faktor yang
dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan perilaku seks karena ia didorong
oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui,
dorongan inilah yang memotivasi remaja untuk belajar tentang kesehatan
reproduksi. Pendidikan seksualitas yang diberikan harus sesuai kebutuhan
remaja, serta tidak menyimpang dari prinsip pendidikan seksulitas itu sendiri.
Pendidikan seksualitas harus mempertimbangkan : Pertama, pendidikan seksualitas
harus didasarkan penghormatan hak reproduksi dan hak seksual remaja untuk
mempunyai pilihan. Kedua, berdasarkan pada kesetaraan gender. Ketiga,
partisipasi remaja secara penuh dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi pendidikan seksualitas. Keeempat, tidak hanya dilakukan secara formal,
tetapi juga nonformal. Bila remaja sulit mendapatkan informasi melalui jalur
formal, terutama dari lingkungan sekolah dan petugas kesehatan, maka
kecenderungan yang muncul adalah coba-coba sendiri mencari sumber informal.
Remaja
dalam menentukan sikap haruslah bersikap mandiri, tegas dan bebas. Artinya
dapat mengambil keputusan sesuai dengan keinginan tanpa harus membatasi diri,
dapat menentukan apa yang terbaik untuk diri sendiri. Hal inilah yang disebut
sebagai perilaku asertif. Remaja yang bersikap asertif mampu berkomunikasi
dengan semua orang secara terbuka, langsung, jujur, dan sebagaimana mestinya,
memiliki pandangan yang aktif tentang kehidupan, mempunyai usaha-usaha untuk
mendapatkan apa yang diinginkannya, mampu mengungkapkan perasaan dan
pikirannya, mampu memberi dan menerima pujian serta dapat menerima keterbatasan
dirinya. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku asertif remaja terhadap lawan
jenis. Perilaku asertif terhadap lawan jenis ini merupakan suatu perilaku yang
timbul dalam diri individu berkaitan dengan pergaulan dan lingkungan. Asertif
terhadap perilaku seksual pranikah adalah kemampuan seseorang bersikap tegas
mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapat mengambil
keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak orang lain dan
tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya, serta mengekspresikan dirinya
secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu
sehingga mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan
pasangannya. Jika remaja putri mampu melakukan penilaian tentang benar dan
salah, baik dan buruk suatu perilaku, maka mereka akan memahami mana perilaku
yang benar dan mana perilaku yang salah, sehingga remaja putri dapat mengambil
keputusan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang timbul dari hati
nurani dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggungjawab.
Dalam perilaku seksual, jika remaja putri mampu melakukan pertimbangan terhadap
perilaku seksual pranikah, dimana pertimbangan tersebut akan memunculkan
pemahaman tentang resiko perilaku seksual, maka remaja akan mampu untuk
mengelola dorongan seksualnya secara baik dan dorongan seksualnya dapat
disalurkan secara sehat serta bertanggungjawab.[4][4]
Selain
solusi yang diberikan kepada individu, ada juga solusi yang seharusnya
dilakukan lingkungan untuk mengatasi problema seksualitas tersebut, antara lain
menjadikan kehadiran keluarga sebagai lembaga nternalisasi nilai-nilai budaya
yang berkaitan dengan hubungan seksual pra-nikah, turut berperan dalam mendidik
anak mengenai masalah seksualitas.Untuk itulah pengetahuan dan pendidikan
mengenai seks hendaknya diberikan kepada anak. Penjelasan tentang seks tersebut
hendaknya jelas dan tegas agar anak-anak tidak salah kaprah dalam
menangkap setiap informasi yang diberikan.[5][5] . Selain itu, dari pihak pemerintah untuk merespons permasalahan
remaja tersebut, BKKBN telah melaksanakan dan mengembangkan program Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR) yang merupakan salah satu program pokok pembangunan
nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM
2004-2009). Salah satu solusinya adalah menciptakan komunikasi yang efektif
dalam keluarga, antara orangtua dengan anak remaja, sehingga segala persoalan
yang dialami oleh remaja akan dapat dibantu orang tua. Oleh karena itu,
pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga harus terus diupayakan untuk mewujudkan
keluarga kecil bahagia sejahtera. Fungsi-fungsi keluarga yang harus diupayakan
adalah melalui fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih; fungsi
perlindungan; fungsi reproduksi; fungsi sosial dan pendidikan; fungsi ekonomi;
dan fungsi pembinaan lingkungan. Selain itu, BKKBN mempunyai program pembinaan
keluarga yang mempunyai anak remaja melalui kelompok Bina Keluarga Remaja
(BKR), sebagai salah satu upaya untuk menjalin komunikasi antara orang tua
dengan remaja. Dalam kelompok ini, para orangtua dibekali teknik dan pendekatan
kepada remaja, sehingga remaja bisa terbuka kepada orang tua dalam hal
informasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Sedangkan untuk program remaja sendiri,
BKKBN mengembangkan kelompok sebaya dengan (peer group) di
sekolah-sekolah dan organisasi remaja [6][6].
Sedangkan
menurut 6 prinsip yang menjadi landasan sosiologi menurut Ibnu Khaldun,
hukum-hukum perubahan berlaku pada tingkat kehidupan masyarakat, bukan pada
tingkat individu. Sehingga untuk melakukan perubahan harus dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri, bahkan Khaldun menggambarkan suatu pemerintahan yang
korup pun akan mengalami perubahan sebagai akibat kekuatan sosial yang sangat
besar. Prinsip lain dari Khaldun mengatakan bahwa masyarakat ditandai oleh
perubahan, yang dapat diartikan bahwa tingkat perubahan antara masyarakat satu
dengan masyarakat lain mungkin sangat berbeda. Oleh karena perbedaan itu,
dibutuhkan kecerdasan adaptasi dari individu untuk tetap berada dalam jalurnya,
hal inilah yang dialami oleh perantau, dimana perubahan masyarakat di daerah
asal cenderung kecil sebagai akibat lemahnya atau sedikitnya rangsangan
perubahan yang masuk dalam masyarakat awalnya, sedangkan di alam perantauan
(kota besar) bersifat kebalikan dari daerah asalnya.[7][7]
Memahamkan pengaruh terjadinya hubungan seks pranikah terhadap kehidupan remaja, hal ini bisa dilakukan oleh orang tua, tokoh masyarakat, maupun orang-orang yang sekiranya dipandang oleh remaja sebagai tauladan dan panutan. Berbagai hal yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya kemudian mengakibatkan meningkatnya perilaku seks pada remaja, yang kemudian berkembang pada perilaku seks bebas/seks di luar nikah yang dilakukan dengan berganta-ganti pasangan, yang akan mendorong peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ancaman semakin meningkatnya resiko terhadap HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dari hal ini diharapkan ada perasaan takut dalam diri remaja, sehingga mereka mencoba menghindari hal-hal yan mengarahkan pada hubungan seks pranikah. Hal ini hampir sama seperti membuat mitos beru unutuk menjaga masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan norma=norma yang ada.
Memahamkan pengaruh terjadinya hubungan seks pranikah terhadap kehidupan remaja, hal ini bisa dilakukan oleh orang tua, tokoh masyarakat, maupun orang-orang yang sekiranya dipandang oleh remaja sebagai tauladan dan panutan. Berbagai hal yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya kemudian mengakibatkan meningkatnya perilaku seks pada remaja, yang kemudian berkembang pada perilaku seks bebas/seks di luar nikah yang dilakukan dengan berganta-ganti pasangan, yang akan mendorong peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ancaman semakin meningkatnya resiko terhadap HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dari hal ini diharapkan ada perasaan takut dalam diri remaja, sehingga mereka mencoba menghindari hal-hal yan mengarahkan pada hubungan seks pranikah. Hal ini hampir sama seperti membuat mitos beru unutuk menjaga masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan norma=norma yang ada.
DAFTAR RUJUKAN
Adnani H. & Widowati Citra. 2006. Motivasi Belajar Dan Sumber-Sumber Informasi Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja Di SMUN 2 Banguntapan Bantul. Disadur dari jurnal kesehatan Surya Medika Yogyakarta
An-Nabhani, T. 2007. Sistem Pergaulan Dalam Islam. Jakarta: HTI press
Emka, Moammar. 2007. Jakarta Under Cover : Sex n’ The City. Jakarta: GagasMedia
Falah, P.N. 2009. Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putri. Skripsi:tidak diterbitkan
Lauer, H. R. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Palu. B. 2008. Menyelamatkan Generasi Muda. Disadur dari situs suarapembaruan.com
Poerwanti.E. & Widodo N. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMM Pres
Resminawati & Trivatnawati, A. 2006. Proses Internalisasi Nilai-Nilai Budaya Dalam Kaitannya Dengan Hubungan Seksual Pra-Nikah Pada Remaja Bugis-Bone di Makassar. Yang disadur dari Jurnal Kebudayaan AKADEMIKA vol. 4, No 2, Oktober 2006
Suryoputro, A. , Ford, N.J., , Shaluhiyah, Z..2006. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja Di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan Dan Layanan Kesehatan Seksual Dan Reproduksi. Disadur dari MAKARA, KESEHATAN, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 29-40 yang dapat diakses pad situs: http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_Faktor-faktor%20Yg%20Mempengaruhi_Antono_revised.PDF
Wijayanto, IIp. 2003. Pemerkosaan Atas Nama Cinta. Yogyakarta: Tinta
Bentuk Kenakalan Remaja 1
Adapun bentuk-bentuk dari kenakalan remaja adalah :
a.
Kebut-kebutan dijalanan yang
mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa serta orang lain
b.
Membolos sekolah lalu bergelandangan
sepanjang jalan dan kadang-kadang pergi ke pasar untuk bermain game
c.
Memakai dan menggunakan bahan
narkotika bahkan hal yang mereka anggap ringan yakni minuman keras.
d.
Perjudian dan bentuk-bentuk
permainan lain dengan taruhan, seperti permainan domino, remi dan lain-lain.
e.
Perkelahian antar geng, antar
kelompok, antar sekolah, sehingga harus melibatkan pihak yang berwajib.
Sebab-sebab Terjadinya Kenakalan Remaja
- Faktor Internal (Dalam)
a.
Reaksi frustasi diri
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang
berakibat pada banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri
terhadap berbagai perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan,
frustasi, ketegangan batin dan bahkan sampai kepada gangguan jiwa.
b.
Gangguan pengamatan dan tanggapan
pada anak remaja
Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas sangat
mengganggu daya adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan
pengamatan dan tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi dan gambaran
semua.
Tanggapan anak tidak merupakan pencerminan realitas
lingkungan yang nyata, tetapi berupa pengolahan batin yang keliru, sehingga
timbul interpretasi dan pengertian yang salah. Sebabnya ialah
semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan kecemasan yang berlebihan.
c.
Gangguan berfikir dan intelegensi
pada diri remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat
dan adaptasi yang wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting
bagi upaya pemecahan kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak
remaja tidak mampu mengoreksi pekiran-pekirannya yang salah dan tidak sesuai
dengan realita yang ada, maka pikirannya terganggu.
d.
Gangguan perasaan pada anak remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan
menentukan sekali besar kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan
bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia.
Jika semua tadi terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia.
Gangguan-gangguan fungsi perasaan itu antara lain :
1)
Inkontinensi emosional ialah tidak
terkendalinya perasaan yang meledak-ledak, tidak bisa dikekang.
2)
Labilitas emosional ialah suasana
hati yang terus menerus berganti-ganti dan tidak tetap. Sehingga anak remaja
akan cepat marah, gelisah, tidak tenang dan sebagainya.
3)
Ketidak pekaan dan mempunyai
perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil anak tidak pernah diperkenalkan
dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan perhatian.
4)
Kecemasan merupakan bentuk
“ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak riil, dan dirasakan sebagai
ancaman yang tidak bisa dihindari.
- Faktor Eksternal (Luar)
Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari
luar anak tersebut, antara lain :
a.
Keluarga
Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting
dalam pembentukan pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja
yang terlibat dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal
dari keluarga yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana
pertengkaran ayah dan ibu menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang
otoriter, pemabuk, suka menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang
lemah kepribadian dalam atri kata tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan
yang membelit keluarga, kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya
menjadi faktor yang mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.
Struktur keluarga anak nakal pada umumnya menunjukkan
beberapa kelemahan/cacat di pihak ibu, antara lain ialah sebagai berikut:
1)
Ibu ini tidak hangat, tidak
mencintai anak-anaknya, bahkan sering membenci dan menolak anak laki-lakinya,
sama sekali tidak acuh terhadap kebutuhan anaknya.
2)
Ibu kurang mempunyai kesadaran
mengenai fungsi kewanitaan dan keibuannya; mereka lebih banyak memiliki sifat
ke jantan-jantanan.
3)
Reaksi terhadap kehidupan
anak-anaknya tidak adekuat, tidak cocok, tidak harmonis. Mereka tidak sanggup
memenuhi kebutuhan anak-anaknya, baik yang fisik maupun yang psikis sifatnya.
4)
Kehidupan perasaan ibu-ibu tadi
tidak mantap, tidak konsisten, sangat mudah berubah dalam pendiriannya, tidak
pernah konsekuen., dan tidak bertanggung jawab secara moral.
Beberapa kelemahan di pihak ayah yang mengakibatkan anaknya
menjadi nakal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Mereka menolak anak laki-lakinya.
2)
Ayah-ayah tadi hampir selalu absen
atau tidak pernah ada di tengah keluarganya, tidak perduli, dan sewenang-wenang
terhadap anak dan istrinya.
3)
Mereka pada umumnya alkoholik, dan
mempunyai prestasi kriminalitas, sehingga menyebarkan perasaan tidak aman
(insekuritas) kepada anak dan istrinya.
4)
Ayah-ayah ini selalu gagal dalam
memberikan supervisi dan tuntunan moral kepada anak laki-lakinya.
5)
Mereka mendidik anaknya dengan
disiplin yang terlalu ketat dan keras atau dengan disiplin yang tidak teratur,
tidak konsisten.
Selain itu, ada juga beberapa faktor yang datang dari
keluarga, antara lain :
1)
Rumah tangga berantakan. Bila rumah
tangga terus menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak, dan akhirnya
mengalami perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi semua anggota
keluarga, terutama anak-anak. Pecahlah harmonis dalam keluarga, dan anak
menjadi sangat bingung, dan merasakan ketidakpastian emosional. Dengan rasa
cemas, marah dan risau anak mengikuti pertengkaran antara ayah dengan ibu.
Mereka tidak tahu harus memihak kepada siapa. Batin anak menjadi sangat tertekan,
sangat menderita, dan merasa malu akibat ulah orang tua mereka. Ada perasaan
ikut bersalah dan berdosa, serta merasa malu terhadap lingkungan.
2)
Perlindungan-lebih dari orang tua.
Bila orang tua terlalu banyak melindungi dan memanjakan anak-anaknya, dan
menghindarkan mereka dari berbagai kesulitan atau ujian hidup yang kecil,
anak-anak pasti menjadi rapuh dan tidak akan pernah sanggup belajar mandiri.
Mereka akan selalu bergantung pada bantuan - orang tua, merasa cemas dan
bimbang ragu selalu; aspirasi dan harga-dirinya tidak bisa tumbuh berkembang.
Kepercayaan dirinya menjadi hilang.
3)
Penolakan orang tua. Ada pasangan
suami-istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu.
Mereka ingin terus melanjutkan kebiasaan hidup yang lama, bersenang-senang
sendiri seperti sebelum kawin. Mereka tidak mau memikirkan konsekuensi dan
tanggung jawab selaku orang dewasa dan orang tua. Anak-anaknya sendiri ditolak,
dianggap sebagai beban, sebagai hambatan dalam meniti karir mereka. Anak mereka
anggap cuma menghalang-halangi kebebasan bahkan cuma merepotkan saja.
4)
Pengaruh buruk dari orang tua.
Tingkah-laku kriminal, a-susila (suka main perempuan, korup, senang berjudi,
sering mabuk-mabukan, kebiasaan minum dan menghisap rokok berganja, bertingkah
sewenang-wenang, dan sebagainya) dari orang tua atau salah seorang anggota
keluarga bisa memberikan pengaruh menular atau infeksius kepada anak. Anak jadi
ikut-ikutan kriminal dan a-susila, atau menjadi anti-sosial. Dengan begitu
kebiasaan buruk orang tua mengkondisionir tingkah-laku dan sikap hidup
anak-anaknya.
b.
Lingkungan Sekolah yang Tidak
Menguntungkan
Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi
sebagai "sekolah dengar" daripada memberikan kesempatan luas
untuk membangun aktivitas, kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian
sekolah tidak membangun dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar
anak.
Selanjutnya, berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus
melakukan kegiatan yang tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga
mereka menjadi jemu, jengkel dan apatis.
Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami
frustasi dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh
peraturan yang "tidak adil". Di satu pihak pada dirinya anak
ada dorongan naluriah untuk bergiat, aktif dinamis, banyak bergerak dan
berbuat; tetapi di pihak lain anak dikekang ketat oleh disiplin
mati di sekolah serta sistem regimentasi dan sistem sekolah-dengar.
Ada pula guru yang kurang simpatik, sedikit memiliki dedikasi
pada profesi, dan tidak menguasai didaktik-metodik mengajar. Tidak jarang
profesi guru/dosen dikomersialkan, dan pengajar hanya
berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka. Perkembangan kepribadian
anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab mereka lebih
berkepentingan dengan masalah mengajar atau mengoperkan informasi belaka.
c.
Media elektronik
Tv, video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan
merusak mental remaja, padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya
menonton tv sebagai upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya.
Sebuah penelitian lapangan yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa
film-film yang memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah
laku remaja. Anak yang sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam
tindak kekerasan ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang
menonton film sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak
kekerasan yang pernah ditangani polisi ternyata dilakukan oleh remaja persis
sama dengan adegan-adegan film yang ditontonnya. Ternyata anak meniru dan
mengindentifikasi film-film yang ditontonnya.
d.
Pengaruh pergaulan
Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya
dengan teman-tema sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui
telefon. Topik pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv atau
membicarakan cowok/ cewek yang ditaksir dsb.
Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena
bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan serta
menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-nilai
sosial yang ada di sekelilingnya. Semua faktor ini menjadi penyokong dalam
pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh
pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan teman
sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja, maka
dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.
Semoga Remaja yang lainnya tidak pernah melakukan
kenakalan-kenakalan seperti diatas dan menjadi seorang remaja yang berbudi
pekerti baik,taat pada peraturan,orangtua,guru,selalu disiplin serta cerdas
Amien.
Langganan:
Postingan (Atom)
KEBERHASILAN USAHA DAN KEGAGALAN USAHA
Tugas : DISUSUN O L E H ...
-
KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN IPS “Masalah Pendidikan Di Indonesia” Oleh ADAM PRAMONO (G2G1 12 060) ADAM BAHARUDIN YULIANTO ...
-
Tugas Rangkuman Bab 7,8,9,&10 KEWIRAUSAHAAN Adam pramono S.pd Nama: Fauz...