Merupakan terapan dari filsafat umum, maka
selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat. Filsafat
pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan
hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang
realitas, pengetahuan, dan nilai. Dalam filsafat terdapat berbagai
mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme,
dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat,
sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun
kita akan temukan berbagaialiran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat
itu sendiri. Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua
kelompok besar, yaitu
a. Filsafat pendidikan “progresif” Didukung
oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari
Roousseau
b. Filsafat pendidikan “ Konservatif”.
Didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan
supernaturalisme atau realisme religius.
Filsafat-filsafat tersebut melahirkan
filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya. Berikut aliran-aliran
dalam filsafat pendidikan:
1.
Filsafat Pendidikan Idealisme
memandang bahwa realitas akhir adalah roh,
bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera
adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap
dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara
fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran
ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali
2.
Filsafat Pendidikan Realisme
merupakan filsafat yang memandang realitas
secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas
dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian,
yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya
adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan
manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos
Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume,
John Stuart Mill.
3.
Filsafat Pendidikan Materialisme
berpandangan bahwa hakikat realisme adalah
materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang
beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach
4.
Aliran Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha
mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia
bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme,
karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat
untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia.
Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas
eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme,
Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan
kepribadiaan (Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)
Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini,
antara lain, adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant
Schiller, dan Georges Santayana.
Aliran progesivisme telah memberikan
sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan
dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan
kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan
kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang
dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme
tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai
proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Maksudnya sebagai proses
pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman
lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan
masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah
saja.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah
sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena
sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat
mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar
atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini,
sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan
kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah
itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan
bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini,
1991: 24).
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak
didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak
hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge),
melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value),
sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun
psikis. Untuk itulahsekat antara sekolah denganmasyarakat harus dihilangkan.
5. Aliran Esensialisme
5. Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran
pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak
awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan
cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih
fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak
pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan
kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini,
1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai
tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut
idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri,
kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke
makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia
melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman
lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda,
bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu.
Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman
atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah buikanlah budi pada benda, tetapi
benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang
dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat
didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri
sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan
filosof , menerangkan tentang hakikat social dari hidup mental. Dikatakan bahwa
mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada
umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan diatur oleh alam social.
Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai
social angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada
angkatan berikutnya.
6.
Aliran Perenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai
jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme
memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan
dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat
ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan
kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah,
perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang
jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan
filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat
berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat
dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah
modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan
pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan
memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha
mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah
pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra,
sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan
lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepadaperkembangan zaman
dulu.
Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan
anak didik kea rah kematangan. Matang dalam arti hiodup akalnya. Jadi, akl
inilah yang perlu mendapat tuntunan kea rah kematangan tersebut. Sekolah rendah
memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang
tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh
dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah, sebagai tempat utama dalam
pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan
pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan
pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak
dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah
mendidik dan mengajarkan.
7.
Aliran Rekonstruksionisme
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa
Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat
pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak
tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme
pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis
kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa
tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya,
pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan
yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula
demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan
umat manusia.
Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi
bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah
oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan
tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti
diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna
kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat
bersangkutan.
8.
Eksistensialisme
(a) Menekankan pada individual dalam
proses progresifnya dengan pemikiran yang merdeka dan otentik.
(b) Pada dasarnya perhatian dengan
kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan kualitas-kualitas abstraknya.
(c) Membantu individu memahami
kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi, menggunakan pendidikan sebagai
jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat dalam kehidupan sebagaimana pula
dengan komitmen tindakannya.
(d) Individu seharusnya senantiasa
memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah. (e) Menekankan
pendekatan “I-Thou” (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun murid.
(f) Promosikan pendekatan
langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana siswa bebas memilih
kurikulum dan hasil pendidikannya.
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh
ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976) Eksistensialisme adalah
merupakan filsafat dan akar metodologinya berasal dari metoda fenomologi yang
dikembangkan oleh Hussel (1859-1938) munculnya eksistensialisme berawal dari
ahli filsafat Kieggard dan Nietzche.
Kiergaard Filsafat Jerman (1813-1855)
filasafatnya untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang
individu)”. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial
(manusia melupakan individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk
pertanyaan tersebut manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika
memiliki gairah, keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan.
Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan
filsafatnya adalah untuk menjawab
pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul” Jawabannya manusia bisa
menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur
dan berani .
Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus
mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman manusia dengan metedologi
fenomenologi, atau cara manusia berada.
Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealism.
Pendapat materialisme terhadap manusia adalah manusia adalah benda dunia,
manusia itu adalah materi , manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi
Subjek
. Pandangan manusia menurut idealisme adalah
manusia hanya sebagai subjek atau hanya sebagai suatu kesadaran.
Eksistensialisme berkayakinan bahwa
paparan manusia harus berpangkalkan eksistensi, sehingga aliran
eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang kongkrit.
Apakah eksistensi tu?
Eksistensi oleh kaum eksistensialis disebut
Eks bearti keluar, sintesi bearti berdiri. Jadi ektensi bearti berdiri sebagai
diri sendiri, menurut
1. Heideggard
“Das wesen des daseins liegh in seiner Existenz
2. Menurut
Sartre adanya manusia itu bukanlah “etre”” melainkan “ a etre. Artinya manusia
itu tidak hanya ada tapi dia selamanya harus membangun adanya, adanya harus
dibentuk dengan tidak henti-hentinya.
3. Menurut
Parkay (1998) aliran eksistensialisme terbagi dua bersifat theistik (bertuhan)
dan atheistic Da-sein adalah tersusun dari dad an sein. “Da” disana. Sein
bearti berada. Artinya manusia sadar dengan tempatnya.
4. Menurut
eksistensialisme ada 2 jenis filsafat tradisional, filsafat spekulatif dan
filsafat skeptif Filsafat skepekulatif
menyatakan bahwa pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu. Filsafat
skeptif manyatakan bahwa semua pengalaman itu adalah palsu tidak ada sesuatu
yang dapat kita kenal dari realita. Menurut mereka konsep metafisika adalah
sementara
Bagaimanakah
pandangan eksistensialis terhadap pendidikan?
Sikun Pribadi (1971) eksistensialisme sangat
berhubungan dengan pendidikan. Karena pusat pembicaraan eksistensialisme
adalah keberadaan manusia sedangkan
pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.
1. Status
siswa.
2. Mahluk
rasional dengan pilihan bebas dan tanggungjawab atau pilihan suatu komitmen
terhadap pemenuhan tujuan pendidikan.
3. Peranan
guru.
4. Melindungi
dan memelihara kebebasan akademik.
5. Metode Tak ada pemikiran yang mendalam tentang
metode , tetapi metode apapun yang dipakai harus merujuk pada cara unik
mencapai kebahagian dan karakter yang
baik.
Kurikulum
Yang diutamakan kurikulum liberal. Yaitu
merupakan landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan–aturan.
Oleh karena itu disekolah harus diajarkan pendidikan sisial untuk mengajar
respek rasa hormat terhadap kebasan untuk semua.
Proses belajar mengajar pengetahuan tidak
ditumpahkan melainkan ditawarkan. Untuk menjadi hubungan antara guru dengan
siswa sebagai suatu dialog.
kesimpulan
Pandangan eksistensialisme dapat disimpulkan:
1. Menurut
metafisika: (hakekat kenyataan)
pribadi
manusia tak sempurna, dapat diperbaiki melalui penyadaran diri dengan
menerapkan prinsip & standar pengembangan ke pribadian
2. Epistimologi:
(hakekat pengetahuan)
Data-Internal–pribadi, acuannya kebebasan
individu memilih
3. Logika:
(hakekat penalaran)
Mencari
pemahaman tentang kebutuhan & dorongan internal melaui analis &
introfeksi diri
4. Aksiologi
(hakekat nilai)
Standar
dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk dipilih-diambil
5. Etika
(hakekat kebaikan)
Tuntutan
moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti yang lain
6. Estetika
(hakekat keindahan)
Keindahan
ditentukan secara individual pada tiap orang
oleh dirinya
7. Tujuan
hidup
Menyempurnakan
diri melalui pilihan standar secara bebas oleh tiap individu, mencari
kesempurnaan hidup
9.
Behavioral Engineering (Rekayasa Perilaku)
(a) Kehendak bebas adalah ilusi
(Free-will is illusory). (b) Percaya bahwa sikap manusia kebanyakan
merefleksikan tingkah laku dan tindakan yang terkondisikan oleh lingkungan. (c)
Memakai metode pengkondisian sebagai cara untuk mengarahkan sikap manusia. (d)
Pendidik perlu membangun suatu lingkungan pendidikan dimana individu didorong
melalui ganjaran dan hukuman untuk kebaikan mereka dan orang lain.
PANDANGAN
TENTANG FILSAFAT MODERN
I.
IDEALISME
a.
Pengertian Pokok.
Idealisme
adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini
terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa. ide-ide dan pikiran atau yang sejenis
dengan i tu.
b.
Perkembangan Idealisme.
Aliran
ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pikiran
manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk ajaran yang
murni dari Plato. yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang
merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini
hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu. Aristoteles memberikan sifat
kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga
(entelechie) yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari
benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham
idealisme hilang sarna sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya
pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini. Pada
jaman Aufklarung ulama-ulama filsafat yang mengakui aliran serba dua seperti
Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan
kebendaan maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada
kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut
Idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki
dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman Idealiasme pada masa abad ke-18
dan 19 ketika periode Idealisme. Jerman sedang besar sekali pengaruhnya di
Eropah.
C.
Tokoh-tokohnya.
1.
Plato (477 -347 Sb.M)
2.
B. Spinoza (1632 -1677)
3.
Liebniz (1685 -1753)
4.
Berkeley (1685 -1753)
5.
Immanuel Kant (1724 -1881)
6.
J. Fichte (1762 -1814)
7.
F. Schelling (1755 -1854)
8.
G. Hegel (1770 -1831)
II.
MATERIALISME
a.
Pengertian Pokok.
Materialisme
merupakan faham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain
materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.
b.
Perkembangan Materialisme.
Pada
abad pertama masehi faham Materialisme tidak mendapat tanggapan yang serius,
bahkan pada abad pertengahan, orang menganggap asing terhadap faham
Materialisme ini. Baru pada jaman Aufklarung (pencerahan), Materialisme mendapat
tanggapan dan penganut yang penting di Eropah Barat. Pada abad ke-19
pertengahan, aliran Materialisme tumbuh subur di Barat.
Faktir
yang menyebabkannya adalah bahwa orang merasa dengan faham Materialisme
mempunyai harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam.
Selain itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalildalil yang
muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataankenyataan yang
jelas dan mudah dimengerti. Kemajuan aliran ini mendapat tantangan yang keras
dan hebat dari kaum agama dimana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham
Materialisme ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) yang
sudah diyakini mengatur budi masyarakat. Pada masa ini, kritikpun muncul di
kalangan ulama-ulama barat yang menentang Materialisme. Adapun kritik yang
dilontarkan adalah sebagai berikut :
1.
Materialisme menyatakan bahwa alam wujud ini terjadi dengan sendirinya dari khaos
(kacau balau). Padahal kata Hegel. kacau balau yang mengatur bukan lagi kacau
balau namanya.
2.
Materialisme menerangkan bahwa segala peristiwa diatur oleh hukum alam. padahal
pada hakekatnya hukum alam ini adalah perbuatan rohani juga.
3.
Materialisme mendasarkan segala kejadian dunia dan kehidupan pada asal benda itu
sendiri. padahal dalil itu menunjukkan adanya sumber dari luar alam itu sendiri
yaitu Tuhan.
4.
Materialisme tidak sanggup menerangkan suatu kejadian rohani yang paling mendasar
sekalipun.
c.
Tokoh-tokohnya.
1.
Anaximenes ( 585 -528)
2.
Anaximandros ( 610 -545 SM)
3.
Thales ( 625 -545 SM)
4.
Demokritos (kl.460 -545 SM)
5.
Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
6.
Lamettrie (1709 -1715)
7.
Feuerbach (1804 -1877)
8.
H. Spencer (1820 -1903)
9.
Karl Marx (1818 -1883)
III.
DUALISME
a.
Pengertian Pokok.
Dualisme
adalah ajaran atau aliran/faham yang memandang alam ini terdiri atas dua macam
hakekat yaitu hakekat materi dan hakekat rohani. Kedua macam hakekat itu
masing-masing bebas berdiri sendiri, sama azazi dan abadi. Perhubungan antara
keduanya itu menciptakan kehidupan dalam alam Contoh yang paling jelas tentang
adanya kerja sama kedua hakekat ini adalah terdapat dalam diri manusia.
b.
Tokoh-tokohnya.
1.
Plato (427 -347 Sb.H)
2.
Aristoteles (384 -322 Sb.H)
3.
Descartes (1596 -1650)
4.
Fechner (1802 -1887)
5.
Arnold Gealinex
6
.Leukippos
7.
Anaxagoras
8.
Hc. Daugall
9.
A. Schopenhauer (1788 -1860)
IV.
EMPIRISME
a.
Pengertian Pokok
Empirisme
berasal dari kata Yunani yaitu "empiris" yang berarti pengalaman inderawi.
Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik
pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang
menyangkut pribadi manusia. Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan
Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari
ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang
kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari
pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas
dan sempurna. Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa
pengetahuan didapat melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat
dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme
radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada
pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih
lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu
objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan
akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek
yang telah merangsang alat-alat inderawi tersebut. Empirisme memegang peranan
yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya
sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme. Pengalaman
inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.
b.
Tokoh-tokohnya.
1.
Francis Bacon (1210 -1292)
2.
Thomas Hobbes ( 1588 -1679)
3.
John Locke ( 1632 -1704)
4.
George Berkeley ( 1665 -1753)
5.
David Hume ( 1711 -1776)
6.
Roger Bacon ( 1214 -1294)
V.
RASIONALISME.
a.
Pengertian Pokok.
Rasionalisme
adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide
yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman
Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke
XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan
yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata,
penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan
yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka
tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar
Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan
dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih
lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang
diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris
ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan
satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam harus diterangkan
menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu
keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran
melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan
kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan.
Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan
masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII
disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).
b.
Tokoh-tokohnya
1.
Rene Descartes (1596 -1650)
2.
Nicholas Malerbranche (1638 -1775)
3.
B. De Spinoza (1632 -1677 M)
4.
G.W.Leibniz (1946-1716)
5.
Christian Wolff (1679 -1754)
6.
Blaise Pascal (1623 -1662 M)
VI.FENOMENALISME
a.
Pengertian Pokok.
Secara
harfiah Fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa
Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang
Fenomenalisme suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif
yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum
dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan
dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung.
Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, "a way of looking at
things".
Gejala adalah aktivitas, misalnya gejala gedung putih adalah gejala akomodasi,
konvergensi, dan fiksasi dari mata orang yang melihat gedung itu, di tambah
aktivitas lain yang perlu supaya gejala itu muncul. Fenomenalisme adalah tambahan
pada pendapat Brentano bahwa subjek dan objek menjadi satu secara dialektis.
Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti dari Fenomenalisme adalah tesis dari
"intensionalisme" yaitu hal yang disebut konstitusi. Menurut
Intensionalisme (Brentano) manusia menampakkan dirinya sebagai hal yang
transenden, sintesa dari objek dan subjek. Manusia sebagai entre au monde
(mengada pada alam) menjadi satu dengan alam itu. Manusia mengkonstitusi alamnya.
Untuk melihat sesuatu hal, saya harus mengkonversikan mata, mengakomodasikan
lensa, dan mengfiksasikan hal yang mau dilihat. Anak yang baru lahir belum bisa
melakukan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke mulutnya.
b.
Tokoh-tokohnya.
1.
Edmund Husserl (1859 -1938)
2.
Max Scheler (1874 -1928)
3.
Hartman (1882 -1950)
4.
Martin Heidegger (1889 -1976)
5.
Maurice Merleau-Ponty (1908 -1961)
6.
Jean Paul Sartre (1905 -1980)
7.
Soren Kierkegaard (1813 -1855)
VII.
INTUSIONALISME
a.
Pengertian Pokok.
Intusionalisme
adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan)
adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan
berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik
dan tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering bercampur
aduk dengan perasaan.
b.
Tokoh-tokohnya.
1.
Plotinos (205 -270)
2. Henri Bergson (1859 -1994)
Daftar
Pustaka
Tafsir,
Ahmad. (1998). Filsafat Umum
Mudyahardjo, Redja. (2000). Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: FIP Universitas Pendidikan
Indonesia
Poedjawijatma. 1980. Pembimbing Ke
arab Alam Filsafat. Jakarta. Pembangunan
Pranarya, AMW. 1987. Epistemologi
Dasar : Suatu Pengantar. Jakarta. CSIS.
Pradja, Juhaya S. 1987. Aliran-aliran
Filsafat Dari Rasionalisme Hingga
Slamet Iman Santoso R.1977. Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Jakarta.
Sinar Hudaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar