TUGAS KELOMPOK 1
KAPITA
SELEKTA PENDIDIKAN IPS
KONSEP PELAYANAN DALAM PENDIDIKAN
Oleh
ADAM
PRAMONO (G2G1 12 060)
ADAM
BAHARUDIN YULIANTO (G2G1 12 059)
IKRAWAN
(G2G1 12 078)
MARTONO
(G2G1 12 082)
(KELAS C)
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
KONSEP PELAYANAN DALAM PENDIDIKAN
A. PENDAHULUAN
Layanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Demikian
salah satu kesimpulan Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development
Report 2002. Hasil penelitian Governance and
Desentralization Survey (GDS) 2002 menemukan tiga masalah penting yang
banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu
pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat
dipengaruhi oleh nepotisme, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama.
Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas
menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak
adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi
penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok
dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian
dan kualitas pelayanan. Ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan
publik. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan
ketidak pastian.
Optimalisasi pelayanan publik oleh
birokrasi pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah, mengingat optimalisasi menyangkut berbagai aspek yang telah membudaya
dalam lingkaran birokrasi pemerintahan. Salah satu
aspek tersebut adalah kultur birokrasi yang tidak kondusif.
Prosedur dan etika pelayanan yang
berkembang dalam birokrasi pemerintah sangat
jauh dari nilai-nilai dan praktik yang menghargai warga bangsa sebagai warga
negara yang berdaulat. Prosedur pelayanan, misalnya, tidak dibuat untuk
mempermudah pelayanan, tetapi lebih untuk melakukan kontrol terhadap perilaku
warga, sehingga prosedurnya berbelit-belit dan rumit. Tidak hanya
itu, mulai masa orde baru hingga kini, eksistensi PNS merupakan jabatan
terhormat yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik, khususnya Jawa, sehingga filosofi PNS sebagai pelayan publik (publik
servant) dalam arti riil menghadapi kendala untuk direalisasikan. Hal ini
terbukti dengan sebutan pangreh raja (pemerintah negara) dan pamong
praja (pemelihara pemerintahan) untuk pemerintahan yang ada pada masa
tersebut yang menunjukkan bahwa mereka siap dilayani bukan siap untuk melayani.
Permasalahan utama pelayanan publik
pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu
sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek,
yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana),dukungan sumber daya
manusia, dan kelembagaan serta adanya konsep yang jelas. Dilihat dari sisi pola
penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain
:
- Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
- Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
- Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
- .Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara para instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
- Birokratis. Pelayanan, khususnya pelayanan perijinan pada umumnya dilakukan
- melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama.
- Kurang mau mendengar keluhan, saran, dan aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan, saran dan aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.
- Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan, khususnya dalam pelayanan perijinan seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Berdasarkan latar belakang di atas
,makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep standar pelayanan prima dengan ruang
lingkup mengenai pelayanan berkualitas, standar pelayanan minimal, dan peningkatan standar mutu.
B. BAHASAN
A.
Konsep Pelayanan
Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Dahlan, dkk., 1995:646) menjelaskan pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain.
Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau
pelanggan yang dilayani, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki.
Sejalan dengan hal tersebut, Norman (1991:14) menyatakan karakteristik
pelayanan sebagai berikut:
a. Pelayanan bersifat tidak dapat diraba, pelayanan sangat
berlawanan sifatnya dengan barang jadi.
b. Pelayanan pada kenyataannya terdiri dari tindakan nyata
dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial.
c. Kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak
dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan
tempat bersamaan.
Pengertian
lebih luas mengenai
pelayanan disampaikan
Daviddow dan Uttal dalam Sutopo dan
Suryanto (2003) bahwa
pelayanan merupakan usaha apa saja yang meningkatkan kepuasan pelanggan.
Pelayanan yang menjadi produk dari organisasi pemerintahaan adalah
pelayanan masyarakat (publik service). Pelayanan tersebut diberikan
untuk memenuhi hak masyarakat, baik layanan sipil
maupun publik. Artinya kegiatan pelayanan pada dasarnya menyangkut pemenuhan
suatu hak dan melekat pada setiap orang, baik secara pribadi maupun
berkelompok (organisasi), serta dilakukan secara universal. Teori ini
sesuai dengan pendapat Moenir (1998) yang menjelaskan bahwa hak atas pelayanan itu sifatnya universal, berlaku
terhadap siapa saja yang berkepentingan atas hak tersebut.
Thoha (1995) menjelaskan bahwa tugas pelayanan lebih menekankan kepada mendahulukan
kepentingan umum, mempermudah urusan publik, dan mempersingkat waktu proses. Sedangkan tugas mengatur
lebih menekankan kepada kepuasan atau power yang
melekat pada posisi jabatan birokrasi. Lebih lanjut Pasolong (2007) berpendapat
bahwa pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai
aktivitas seseorang, sekelompok, dan organisasi baik langsung maupun
tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Sedangkan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (1993), mengemukakan pelayanan adalah segala bentuk kegiatan
pelayanan dalam bentuk barang atau jasa dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No 63/KEP/M.PAN7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik, yang disebut pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-Undangan.
Lebih spesifik lagi Dwiyanto
(2005:141) mendefinisikan Pelayanan Publik sebagai serangkaian aktivitas yg
dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Betapa penting nya birokrasi dalam pelayanan publik sehingga
birokrasi selalu menjadi sorotan dan perhatian masyarakat baik pengguna layanan
secara langsung maupun tidak . Tidak hanya barang yang dihasilkan dalam pelayanan publik,
tetapi juga jasa dalam hal memberikan pelayanan administrasi
Berdasarkan teori para ahli tersebut di atas, maka pelayanan adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara
pelayanan baik berupa barang ataupun jasa yang menghasilkan
manfaat bagi penerima layanan.
B.
Pelayanan Prima
Pelayanan prima
merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah
berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik
karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi
pemberi pelayanan.
Jika pelayanan
prima dikaitkan dengan pelayanan publik, berarti pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi
masyarakat. Nurhasyim (2004) menyebut
beberapa perilaku
pelayanan prima pada sektor publik sebagai berikut:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan
standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat
diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan
pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan
adalah masyarakat dalam arti luas masyarakat eksternal dan internal.
Apabila pelayanan prima dikaitkan dengan pelayanan umum, maka pelayanan prima dapat
diartikan sebagai suatu proses pelayanan kepada masyarakat, baik berupa barang atau
jasa melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan
yang dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang
telah ditetapkan dalam organisasi.
Pelayanan prima sebagaimana tuntutan pelayanan
yang memuaskan pelanggan atau masyarakat
memerlukan persyaratan, bahwa setiap pemberi layanan harus memiliki kualitas kompetensi yang professional. Oleh sebab
itu kualitas kompetensi profesional
menjadi aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Pelayanan prima dikembangkan berdasarkan konsep A3, yaitu Attitude
(sikap), Attention (perhatian), Action (tindakan).
Pelayanan prima berdasarkan konsep sikap (attitude)
meliputi tiga prinsip berikut ini:
1. Melayani pelanggan berdasarkann penampilan yang sopan dan
serasi
2. Melayani pelanggan dengan berpikiran positif, what dan
logis.
3. Melayani pelanggan dengan sikap menghargai.
Pelayanan prima berdasarkan attention
( perhatian) meliputi tiga prinsip berikut ini.
1. Mendengarkan
dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan.
2. Mengamati
dan menghargai perilaku para pelanggan.
3. Mencurahkan
perhatian penuh kepada para pelanggan.
Pelayanan prima berdasarkan action (tindakan) meliputi
lima prinsip berikut ini.
1. Mencatat
setiap pesanan para pelanggan.
2. Mencatat
kebutuhan para pelanggan.
3. Menegaskan
kembalii kebutuhan para pelanggan.
4. Mewujudkan
kebutuhan para pelanggan.
5. Menyatakan
terima kasih dengan harapan pelanggan mau kembali.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan konsep Pelayanan Prima adalah sebagai berikut.
1. Apabila
dikaitkan dengan tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
maka pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada masyarakat.
2. Pelayanan
prima didasarkan pada standar pelayanan yang terbaik.
3. Untuk
instansi yang sudah mempunyai standar pelayanan maka pelayanan prima adalah
yang memenuhi standar.
4. Apabila
pelayanan selama ini sudah memenuhi standar maka pelayanan prima berarti adanya
terobosan baru, yaitu pelayanan yang melebihi standarnya.
5. Untuk
instansi yang belum mempunyai standar pelayanan maka pelayanan prima
adalah pelayanan yang terbaik dari instansi yang
bersangkutan. Usaha selanjutnya adalah menyusun standar pelayanan.
Hasil pengkajian para ahli
menunjukkan pentingnya pelayanan prima kepada pelanggan dengan
mengembangkan konsep Total Quality Service (TQS). Tujuan dari TQS
adalah mewujutkan tercapainya kepuasan pelanggan, memberikan tanggung jawab
kepada setiap orang dan melakukan perbaikan pelayanan secara berkesinambungan.
Konsep TQS menurut Tjipto (1997 ), yaitu:
1. Berfokus kepada Pelanggan
Prioritas utama adalah mengidentifikasi
keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan. Selanjutnya dirancang
sistem yang dapat memberikan jasa atau layanan tertentu yang memenuhi
keinginan pelanggan.
2. Keterlibatan Pegawai secara
Menyeluruh
Semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan pelayanan
hares dilibatkan secara total menyeluruh. Karena itu, pimpinan harus
dapat memberikan peluang perbaikan kualitas terhadap semua pegawai. Selain itu,
kepemimpinan harus pula memberikan kesempatan berpartisipasi kepada semua
pegawai yang ada dalam organisasi, serta memperdayakan pegawai atau
karyawan dalam merancang dan memperbaiki barang, jasa,sistem dan organisasi.
3. Sistem Pengukuran
Komponen dalam sistem pengukuran
terdiri hal-hal berikut ini:
a. Menyusun
standar proses dan produk
b. Mengidentifikasi
ketidaksesuaian dan mengukur kesesuaiannya dengan
keinginan pelanggan
b. Mengoreksi
penyimpangan dan meningkatkan kinerja.
4. Perbaikan Kesinambungan.
a. Memandang bahwa semua pekerjaan
sebagai suatu proses
b. Mengantisipasi perubahan keinginan,
kebutuhan dan harapan para pelanggan.
c. Mengurangi waktu siklus proses
produksi dan distribusi.
d. Dengan senang hati menerima umpan balik dari pelanggan.
C.
Standar Pelayanan Minimal
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Provinsi sebagai daerah otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan
pemerintah pusat untuk menetapkan kebijakan tentang perencanaan nasional yang
menjadi pedoman atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi, kabupaten/
kota sebagai daerah otonom. Dalam rangka standardisasi itulah, maka Mendiknas
menerbitkan Kepmen No. 053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 Standar
Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis
dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal.
Isi SPM tersebut adalah Pedoman SPM Penyelenggaraan TK, SD,
SMP. SMA, SMK, dan SLB sebagai berikut: (1) Dasar hukum (2) Tujuan
penyelenggaraan sekolah (3) Standar kompetensi (4) Kurikulum
(5) Peserta didik (6) Ketenagaan (7) Sarana dan prasarana
(8) Organisasi (9) Pembiayaan (10) Manajemen
(11) Peran serta masyarakat.
Pedoman administrasi Sekolah Menengah Pertama berisikan.
1. Pendahuluan (latar belakang, tujuan, pendekatan, dan ruang
lingkup)
2. Organisasi sekolah (struktur, fungsi dan tugas, mekanisme
hubungan kerja, dan alur kerja)
3. Penyelenggaraan administrasi sekolah (pengertian, tujuan,
dan ruang lingkup)
4. Komponen administrasi (kurikulum, kesiswaan, tenaga
kependidikan, sarana, persuratan dan kearsipan, dan peran serta masyarakat.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) bidang Pendidikan,
(1) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas :
(1) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas :
a. 90 persen anak dalam kelompok usia 13-15 tahun bersekolah di
SMP/MTs
b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari
jumlah siswa yang ber-sekolah
c. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal
sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional
d. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru
untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya
e. 90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan ter-penuhi
f. 90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan
kompetensi yang ditetapkan secara nasional
g. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap
mata pelajaran
h. Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30– 40 siswa
i.
90 persen dari siswa yang mengikuti
uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam
mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di
kelas I dan II
j.
70 persen dari lulusan SMP/ MTs
melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK).
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar
Kemdiknas terbitkan Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal atau SPM pendidikan dasar.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar
Kemdiknas terbitkan Permendiknas nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal atau SPM pendidikan dasar.
Kemdiknas telah menerbitkan regulasi baru yakni Permendiknas
nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal atau SPM pendidikan
dasar. Oleh karen itu Direktorat Mandikdasmen mengadakan sosialisasi Standar
pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Jakarta. SPM Pendidikan Dasar ini
bertujuan untuk peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan SD/MI dan SMP/ MTs.
SPM pendidikan dasar dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan Kandepag untuk MI dan MTs secara langsung maupun secara tidak langsung melaluisekolahdan\madrasah.
SPM pendidikan dasar dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan Kandepag untuk MI dan MTs secara langsung maupun secara tidak langsung melaluisekolahdan\madrasah.
SPM diharapkan mampu mempersempit kesenjangan mutu
pendidikan yang kedepannya juga diharapkan berimplikasi pada mengecilnya
kesenjangan sosial ekonomi. SPM mulai diberlakukan tahun 2011 dengan tahapan
rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah pelatihan guru dan tenaga pendidik,
maka diharapkan dalam waktu tiga tahun atau pada tahun 2013 seluruh SD/MI dan SMP/MT sudahmelaksanakanSPM.
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar selanjutnya disebut SPM Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan merupakan ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. Penerapan SPM dimaksudkan untuk memastikan bahwa di setiap sekolah dan madrasah terpenuhi kondisi minimum yang dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran yang memadai.
SPM Pendidikan meliputi layanan-layanan:
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar selanjutnya disebut SPM Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan merupakan ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah. Penerapan SPM dimaksudkan untuk memastikan bahwa di setiap sekolah dan madrasah terpenuhi kondisi minimum yang dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses pembelajaran yang memadai.
SPM Pendidikan meliputi layanan-layanan:
a. Merupakan tanggung-jawab langsung Pemerintah Kabupaten/Kota
yang menjadi tugas pokok dan fungsi dinas pendidikan untuk sekolah atau kantor
departemen agama untuk madrasah (misalnya: penyediaan ruang kelas dan
penyediaan guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi maupun kompetensi)
b. Merupakan tanggung-jawab tidak langsung Pemerintah
Kabupaten/Kota Dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama, karena layanan diberikan oleh pihak sekolah dan madrasah,
para guru dan tenaga kependidikan, dengan dukungan yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kantor Kementerian Agama (contoh: persiapan
rencana pembelajaran dan evaluasi hasil belajar siswa terjadi di sekolah,
dilaksanakan oleh guru tetapi diawasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota).
SPM Pendidikan menyatakan secara tegas dan rinci berbagai
tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota c/q oleh Dinas Pendidikan dan Kantor
Kementerian Agama dalam menyelenggarakan layanan pendidikan. SPM Pendidikan
menyatakan secara tegas dan rinci berbagai hal yang harus disediakan dan
dilakukan oleh dinas pendidikan, sekolah/madrasah untuk memastikan bahwa
pembelajaran bisa berjalan dengan baik.
SPM menyatakan dengan jelas dan tegas kepada warga
masyarakat tentang tingkat layanan pendidikan yang dapat mereka peroleh dari
sekolah/ madrasah di daerah mereka masing-masing. SPM tidak berdiri sendiri, melainkan
merupakan tahapan menuju pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Dengan ditetapkannya SPM Bidang Pendidikan Dasar maka setiap
daerah perlu menyusun perencanaan program/kegiatan untuk mencapai SPM. Untuk
mengukur sejauh mana kinerja dinas pendidikan telah mencapai SPM atau belum
maka dinas pendidikan perlu melakukan pemetaan terhadap kinerja layanan dinas
pendidikan/depag serta sekolah-sekolah (SD/MI dan SMP/MTs). Dari pemetaan
tersebut diketahui kinerja mana yang belum mencapai SPM dan kinerja mana yang
sudah mencapai SPM.
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, dinas pendidikan
perlu menganalisis pencapaian masing-masing indikator yang tercantum dalam
standar pelayanan minimum (SPM) bidang pendidikan. Hasil analisis kondisi
pencapaian SPM digunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan,
program, kegiatan dan juga pembiayaan ketika menyusun dokumen rencana strategis
pencapaian SPM.
Pengembangan rencana peningkatan mutu pendidikan setiap
kabupaten/kota perlu memperhatikan kondisi pencapaian SPM di daerah
masing-masing. Setiap tahun program pencapaian SPM perlu dilaksanakan sampai
SPM benar-benar tercapai. Pelaksanaan dan capaian program juga di monitor dan
dievaluasi sehingga diketahui indikator apa saja yang belum dicapai, dan berapa
perkiraan biaya yang diperlukan untuk mencapai SPM. Sehingga diharapkan semua
kabupaten/kota telah mencapai SPM pada tahun 2014.
D. Peningkatan Standar Mutu
Standar mutu adalah suatu standar yang ditetapkan oleh
institusi penghasil produk terhadap mutu produk yang dihasilkannya untuk
memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan terhadap kualitas produk yang
digunakannya.
Kajian tentang standar mutu pada awal perkembangannya banyak
dilakukan dalam dunia bisnis dan industri. Para pengusaha berusaha sekuat
tenaga menghasilkan produk yang bermutu yang dapat diterima secara baik oleh
masyarakat. Pada tahap-tahap selanjutnya, seperti yang diketahui bahwa kajian
tentang standar mutu terus mengalami perkembangan dan evolusi, menjadi semakin
matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di berbagai bidang seperti
manufactur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga di bidang pendidikan.
Beberapa tahun belangan ini telah banyak standar mutu yang
diperkenalkan, seperti BS5750, Standar Internasional ISO9000, BS7850, Investor
in People, The Deming Prize, The Malcolm Baldridge Award, The European Quality
Award, The Citizen ‘s Charter, Akreditasi BAN-PT, Standar Nasional
Indonesia - Badan Standardisasi
Nasional (SNI – BSN).
Standar mutu Inggris BS5750 dan standar internasional
ISO9000 mendapatkan perhatian yang serius dari dunia pendidikan. terutama dari
Amerika dan Eropa. Pertumbuhan gerakan kerjasama Pendidikan dan Bisnis (Educartional
Business Partnership) telah berhasil merangsang ketertarikan dan perhatian
masyarakat terhadap berbagai metodologi bisnis, termasuk BS5750.
Ketertarikan pendidikan terhadap BS5750 merupakan hal yang
baru. Meskipun harus diakui, bahwa baik British Standards Institution (BSI)
maupun Internasional Standards Organization (ISO) belum menunjukan ketertarikan
terhadap dunia pendidikan sebelum tahun 1989. Mayoritas perusahaan yang
terdaftar pada standar BS5750 adalah perusahaan yang bergerak di bidang produk,
namun berkembang ke dalam dunia industri jasa dan praktek-praktek professional,
seperti badan amal, arsitek, dan konsultan manajemen. Walaupun demikian belum
ada praktek pendidikan yang memberikan jawaban terhadap kesesuaian
BS5750/ISO9000 dalam pendidikan.
Namun demikian ada sejumlah kecil perguruan tinggi dan
organisasi pelatihan swasta yang berhasil memperoleh status perusahaan,
meskipun demikian, saat ini minat dan ketertarikan terhadap standar tersebut
betul-betul telah menyebar dalam pendidikan tinggi dan sekolah-sekolah.
1. BS5750 DAN ISO 9000
BS5750 dan ISO9000 adalah alat pemasaran yang sangat jitu
bagi organisasi dengan menunjukan logo registrasinya. BS5750 identik
dengan standar Eropa EN29000, standar mutu internasional ISO9000, dan standar
mutu Amerika Serikat Q90. Perbandingan tersebut adalah sebagai tambahan
informasi bagi lembaga-lembaga yang berkeinginan untuk membina hubungan atau
kontrak internasional. Keuntungan yang bisa diraih institusi pendidikan apabila
sudah terdaftar adalah lembaga-lembaga tersebut akan mengupayakan disiplin
untuk menspesifikasikan dan mendokumentasikan sistem mutu mereka dan akreditasi
dari pihak ketiga. BS5750 dipublikasikan pertama kali pada tahun 1979 dengan
nama Quality Systems. Pada mulanya, ia adalah sistem yang diterapkan
oleh Menteri Pertahanan dan NATO yang dikenal sebagai AQAP, Allied Quality
Assurance Procedures ( Prosedur Jaminan Mutu Sekutu), yang menjadi
kebutuhan organisasi dalam posisi mereka sebagai agen-agen belanja mereka.
Seri-seri BS5750/ISO9000 dikenal sebagai skema penilaian
pihak ketiga. Penilaian pihak pertama adalah penilaian sebuah organisasi
terhadap mutu organisasi mereka dengan standar-standar mereka sendiri. Masalah
yang muncul dalam metode ini adalah pelanggan tidak begitu yakin terhadap
proses jaminan yang tidak membuka penilaian eksternal secara obyektif.
Untuk menjawab masalah ini maka konsumen diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk mengirim penilaian kepada pihak pertama, organisasi produsen. Ini dikenal
sebagai penilaian pihak kedua dan ini merupakan metode yang sangat terkenal
yang digunakan. Misalnya Marks dan Spencer. Masalah penilaian pihak kedua
adalah jelas, terutama jika pembelinya adalah organisasi kecil, Sertifikasi
pihak ketiga menyebabkan organisasi bekerja dengan menggunakan standar, dengan
pemeriksaan dan penilaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memenuhi syarat.
ISO 9000 sendiri adalah suatu rangkaian dari lima standar
mutu internasional. Seri tersebut diberi nama sedemikian rupa sehingga terdiri
dari lima set standar atau kriteria, dengan modifikasi angka berurutan mulai
dari 9000. Standar pertama yaitu ISO 9000 merupakan suatu peta jaringan yang
memberikan definisi dasar dan konsep-konsep, serta menerangkan bagaimana suatu
perusahaan memilih dan menggunakan standar-standar yang lain dalam seri
tersebut.
Tujuan dari standar ISO 9001, 9002, dan 9003 adalah untuk
memberikan jaminan kualitas dalam hal kontraktual dengan pihak luar. Ini
merupakan standar yang digunakan untuk mencatat sistem kualitas pemasok. Ketiga
standar ini bersifat saling melengkapi dan pemilihannya tergantung pada ruang
lingkup dan kompleksitas operasi perusahaan, serta ukuran bisnisnya.
ISO 9001 adalah standar yang paling komprehenshif dan
digunakan untuk menjamin kualitas pada tahap perancangan dan pengembangan,
produksi, instalasi, dan pelayanan jasa. Standar ini digunakan khususnya oleh
perusahaan manufaktur yang merancang produk dan membuatnya sendiri. ISO 9002
digunakan untuk memenuhi persyaratan produksi dan instalasi yang memerlukan
jaminan. Sebagai contoh, bila suatu produk dibuat dengan sprsifikasi yang
ditentukan oleh pihak lain.
ISO 9004 digunakan untuk kepentingan intern dan bukan untuk
situasi kontraktual. Standar ini antara lain mencangkup unsur-unsur pokok yang
ikut menpengaruhi sistem jaminan kualitas, termasuk di dalamnya tanggung jawab
manajemen, pemasaran, pengadaan, langkah pengendalian, pemanfaatan SDM, faktor
keamanan produk, dan penggunaan metode statistik.
2. Mengaplikasikan BS5750 dan ISO9000 dalam Pendidikan.
BS5750/ISO9000 adalah hal baru dalam pendidikan. BSI
mengeluarkan panduan aplikasi Standar dalam pendidikan dan pelatihan pada tahun
1992. Salah satu konsep yang ada dalam Standar adalah sistem mutu harus dapat
menghasilkan produk dan mutu yang konsisten serta menyakinkan. Namun sejauh ini
BS5750/ ISO9000 belum menghasilkan dampak konsistensi layanan terhadap
interaksi murid atau staf. Berdasarkan alasan tersebut, sekolah, perguruan
tinggi dan universitas meninggalkan BS5750/ ISO9000.
2. Investor in People.
Investor in People (IIP) diluncurkan
pada bulan Oktober 1991. Ia berbeda dengan BS7850. IIP adalah sebuah standar
bagi pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia yang bisa dikembangkan
bersama TQM.
Investor in People
diawasi oleh Departermen of Employment (Departermen Ketenagakerjaan) dan
standarnya dikembangkan oleh National Training Task Force. IIP telah
diatur dan diawasi secara local oleh Training and Enterprise Councils and
Local Enterprice Companise di Skotlandia. Salah satu kekurangannya adalah
IIP merupakan standar Inggris Raya yang tidak sejajar dengan standar
internasional.
Elemen-elemen penting yang harus dipenuhi organisasi untuk
menjadi Investor in People adalah:
a. Sebuah komitmen publik dari atas
untuk mengembangkan seluruh staf untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi;
b. Sebuah rencana institusional
tertulis yang mengidentifikasikan tujuan dan target organisasi. Rencana
tersebut mengidentifikasikan kebijakan pelatihan dan sumber-sumber daya yang
tersedia untuk itu dan harus disampaikan secara terbuka serta dipahami oleh
seluruh staf;
c. Tinjauan teratur terhadap pelatihan
dan pengembangan seluruh staf;
d. Tindakan untuk melatih dan
mengembangkan individu-individu melalui karir mereka;
e. Evaluasi terhadap investasi dalam
pelatihan dan pengembangan dan evaluasi terhadap efektifitas proses
pengembangan staf.
Investor in People dikembangkan
dalam dunia bisnis, namun dapat diadaptasikan dalam pendidikan. Sejumlah
sekolah, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan tinggi dapat melihat
kemungkinan penerapan IIP untuk mewujudkan inisiatif pengembangan mutu.
Kesulitan utamanya adalah beberapa sekolah dan perguruan tinggi tidak memiliki
kebebasan yang sangat luas untuk mengembangkan sumber daya pengembangan staf
yang sepenuhnya konsisten terhadap tujaun-tujuan startegisnya.
3. The Deming Prize
Deming Prize adalah penghargaan mutu tingkat Nasional Jepang. Penghargaan
mutu nasional Jepang diluncurkan pada tahun 1951. Dana untuk penghargaan ini
dikumpulkan dari royalti kuliah pengukuhan Dr. Deming di Jepang. Deming,
menjelaskan bahwa peran manajemen sangat besar dalam mencapai mutu. Menurutnya
sekitar 15% dari kualitas buruk dihasilkan oleh pekerja, sementara 85%
disebabkan manajemen, system, dan proses yang kurang tepat. Deming berpendapat
bahwa manajer seharusnya melibatkan karyawan dalam memecahkan permasalahan,
bukan hanya sekedar menyalahkan karena buruknya kualitas.
4. The Malcolm Baldridge
Award
Malcolm Baldridge Award adalah
penghargaan Amerika yang setara dengan Hadiah Deming. Penghargaan tersebut
didirikan oleh kongres Amerika pada tahun 1987. Hadiah Malcolm Baldridge bukan
sebuah standar, namun seperti halnya Hadiah Deming, ia merupakan sebuah
penghargaan tahunan di Amerika. Penghargaan tersebut dirancang untuk menghargai
perusahaan-perusahaan Amerika yang unggul dalam prestasi mutu dan manajemen
mutu. Penghargaan tersebut dirancang untuk mempromosikan beberapa hal berikut
ini:
a. Kesadaran mutu
b. Pemahaman terhadap syarat-syarat
mutu;
c. Pemberian informasi tentang
strategi-strategi yang jitu dan menguntungkan selama pelaksanaan.
Hadiah Malcolm Baldridge sebagai standar pengukuran
peningkatan mutu internal dapat memberikan kontribusi proses yang bermanfaat
pada beberapa lembaga pendidikan. Kriteria-kriteria tersebut bisa digunakan
sebagai bagian dari proses audit internal.
5. The European Quality
Award
The European Quality Award diperkenalkan pada tahun 1991 dalam pertemuan Forum
Manajemen Mutu Eropa di Paris. Forum tersebut merupakan organisasi baru yang
dibentuk pada tahun 1988 oleh 14 perusahaan besar Eropa. Sekarang telah
berkembang menjadi 170 perusahaan yang bertujuan untuk merangsang dan membantu
perusahaan-perusahaan Eropa dalam mengembangkan mutu terpadu. Komisi Eropa
memainkan peran penting dalam pengembangannya. Tujuan dari Forum dan
Penghargaan tersebut adalah untuk mendorong perkembangan TQM. Penghargaan
tersebut bertujuan untuk menghargai organisasi-organisasi yang memberikan
perhatian besar terhadap mutu terpadu, dan mendorong yang lainnya untuk
mengikuti percontohan mereka.
Penghargaan Mutu Eropa juga bukan sebuah standar mutu,
melainkan hadiah dari sebuah kompetisi seperti halnya Hadiah Deming di Jepang
dan Hadiah Malcolm Baldridge di Amerika. Penghargaan Mutu Eropa merupakan
penghargaan tunggal tahunan yang diberikan pada eksponen TQM yang paling sukses
di Eropa Barat, penghargaan pertama kali diberikan pada tahun 1992. Di samping
Penghargaan tersebut, ada juga European Quality Prizes yang
diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang telah menunjukan prestasi dalam
manajemen mutunya. Kriteria penghargaan tersebut memiliki gaya Eropa yang khas
dan dirancang untuk diberikan kepada perusahaan-perusahaan berprestasi tanpa
memperhatikan ukuran dan tipe bisnis perusahaan tersebut. Organisasi yang
menginginkan penghargaan tersebut, akan dinilai berdasarkan hasil dan
peningkatan prestasi yang diraih melalui beberapa kriteria dibawah ini :
a. Kepuasan pelanggan
b. Kepuasan karyawan
c. Prestasi bisnis
d. Pengaruh organisasi terhadap
masyarakat.
Ada delapan kriteria spesifik serta nilai relatifnya
masing-masing dalam nilai keseluruhan penghargaan tersebut, yaitu:
a. Kepuasan
pelanggan: Persepsi pelanggan eksternal, baik secara langsung maupun tidak
langsung, terhadap perusahaan atau terhadap produk dan layanannya (20%).
b. Orang-orang:
Orang-orang yang ada dalam manajemen perusahaan dan perasaan mereka terhadap
perusahaan (18%).
c. Hasil
bisnis: Prestasi perusahaan dalam kaitannya dengan rencana prestasi bisnis
mereka (15%)
d. Proses:
Manajemen seluruh kegiatan yang memiliki nilai tambah dalam perusahaan (14%)
e. Kepemimpinan:
Sikap seluruh manajer dalam transformasikan perusahaan pada Mutu Terpadu (10%)
f. Sumberdaya:
Pemanfaatan dan pemeliharaan manajemen terhadap sumberdaya financial,
sumberdaya informasi, dan sumberdaya teknologi (9%).
g. Strategi
dan kebijakan – visi. Nilai dan arah perusahaan, serta cara untuk mencapainya
(8%)
h. Pengaruh
terhadap masyarakat – persepsi komunitas secara umum terhadap perusahaan.
Pandangan pendekatan perusahaan terhadap kehidupan, lingkungan dan kebutuhan
pemeliharaan sumberdaya global (6%).
6. The Citizen ‘s
Charter
The Citizen ‘s Charter memiliki publisitas yang luas, dan pada tahun 1992, setelah
melakukan pemilihan umum internalnya, lembaga tersebut memiliki Kabinet Menteri
sendiri. Piagam tersebut merupakan program yang dirancang untuk meningkatkan
pelayanan terhadap publik dan menyediakan pilihan bagi mereka. Piagam tersebut
melakukan publikasi secara detail tentang pelayanan seperti apa yang diinginkan
oleh publik dan menjelaskan kepada mereka prosedur Komplain yang tepat. Prinsip
dasar piagam tersebut mencangkup semua layanan public termasuk pendidikan.
Dalam pendidikan, dikenal The Parent’s Charter, dan yang berhubungan
dengan piagam tersebut adalah Charter Mark, yaitu penghargaan terhadap
keunggulan dalam pemberian layanan public. Organisasi publik dan swasta bisa
mendaftarkan diri untuk mendapatkan piagam tersebut, termasuk sekolah. Tanda
Piagam adalah sebuah kompetisi dan pada tahun pertamanya, 1992, sedikitnya 50
institusi layak mendapatkan piagam tersebut. Tanda Piagam tersebut berlaku
selama 3 tahun dan diberikan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Ada
enam prinsip dalam The Citizen ‘s Charter, yaitu :
a. Publikasi
standar layanan serta prestasi terhadap standar tersebut.
b. Konsultasi
pelanggan
c. Informasi
yang jelas tentang layanan
d. Layanan
pelanggan yang jelas dan efisien
e. Prosedur
pengaduan dan complain
f. Pengesahan
prestasi yang independen dan komitmen terhadap nilai uang.
7. Akriditasi BAN-PT
Majelis BAN-PT pertama kali diangkat oleh menteri Pendidikan
dan Kebudayaan melalui Kepmen Dikbud No. 187/U/1994, tanggal 7 Agustus 1994.
Sekertariat BAN-PT pertama kali beroperasi mulai Agustus–1994, sedangkan proses
akreditasi pertama kali dilakukan pada tahun 1996.
Akreditasi dipahami sebagai penentuan standar mutu serta
penilaian terhadap suatu lembaga pendidikan (dalam hal ini pendidikan tinggi)
oleh pihak di luar lembaga pendidikan itu sendiri. Mengingat adanya berbagai
pengertian tentang hakikat perguruan tinggi (Barnet, 1992) maka kriteria
akreditasi pun dapat berbeda-beda. Barnet menunjukkan, bahwa setidak-tidaknya
ada empat pengertian atau konsep tentang hakikat perguruan tinggi :
a. Perguruan
tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower).
Dalam pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa
dianggap sebagai keluaran (output) yang mempunyai nilai atau harga (value)
dalam pasaran kerja, dan keberhasilan itu diukur dengan tingkat penyerapan
lulusan dalam masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang diukur juga
dengan tingkat penghasilan yang mereka peroleh dalam karirnya.
b. Perguruan
tinggi sebagai lembaga pelatihan bagi karier peneliti. Mutu perguruan tinggi
ditentukan oleh penampilan/prestasi penelitian anggota staf. Ukuruan masukan
dan keluaran dihitung dengan jumlah staf yang mendapat hadiah/penghargaan dari
hasil penelitiannya (baik di tingkat nasional maupun di tingkat internasional),
atau jumlah dana yang diterima oleh staf dan/atau oleh lembaganya untuk
kegiatan penelitian, ataupun jumlah publikasi ilmiah yang diterbitkan dalam
majalah ilmiah yang diakui oleh pakar sejawat (peer group).
c. Perguruan
tinggi sebagai organisasi pengelola pendidikan yang efisien. Dalam pengertian
ini perguruan tinggi dianggap baik jika dengan sumber daya dan dana yang
tersedia, jumlah mahasiswa yang lewat proses pendidikannya (throughput) semakin
besar.
d. Perguruan
tinggi sebagai upaya memperluas dan mempertinggi pengkayaan kehidupan.
Indikator sukses kelembagaan terletak pada cepatnya pertumbuhan jumlah
mahasiswa dan variasi jenis program yang ditawarkan. Rasio mahasiswa-dosen yang
besar dan satuan biaya pendidikan setiap mahasiswa yang rendah juga dipandang
sebagai ukuran keberhasilan perguruan tinggi.
Perguruan tinggi di Indonesia merupakan campuran yang
mengandung unsur-unsur dari keempatnya, oleh karena itu sistem akreditasi
BAN-PT memperhatikan konsep dasar tersebut.
Peningkatan mutu berkaitan dengan
target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang
terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian,
yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses pencapaian hasil tersebut. Ada dua macam peningkatan mutu yaitu peningkatan
mutu untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan dan peningkatanmutu dalam
konteks peningkatan standar mutu yang telah dicapai. Peningkatan standar mutu
dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi (monev), evaluasi diri,
audit, dan benchmarking.
Evaluasi diri dilakukan terutama untukmelihat kekuatan dan kelemahan satuan
pendidikan kaitannyadengan upaya pemenuhan standar. Tahapan selanjutnya adalah
Audit Mutu Akademik Internal untuk melihat kepatuhan terhadapstandar mutu yang
telah ditetapkan. Hasil-hasil yang diperoleh dari tahapan monitoring dan
evaluasi, evaluasi diri, dan audit mutu internal serta ditambah dengan masukan
dari seluruh stakeholders, digunakan sebagai pertimbangan di dalam
melakukan peningkatan mutu.
Apabila hasil evaluasi diri dan audit menunjukkan bahwa standar mutu yang
telah ditetapkan belumtercapai, maka harus segera dilakukan tindakan perbaikan
untukmencapai standar tersebut. Sebaliknya apabila hasil evaluasi diridan audit
menyatakan bahwa standar mutu yang ditetapkan telah tercapai, maka pada proses
perencanaan berikutnya standar mutu tersebut ditingkatkan melalui benchmarking.
Benchmarking adalah upaya pembandingan standar baik antar bagian
internal organisasi maupun dengan standar eksternal secara berkelanjutan dengan
tujuan untuk peningkatan standar mutu. Terdapat tiga pertanyaan mendasar yang
akan dijawab oleh proses benchmarking adalah:1) Seberapa baik kondisi
kita sekarang? (Evaluasi Diri), 2. Harus menjadi seberapa baik? (Target), 3.
Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut? (Rencana Tindakan)
Perumusan standar mutu harus mengandung unsur ABCD (audiens, behavior,
competence, degree) dan tidak sekaligus jadi.
Contoh Standar Mutu pada Dunia Pendidikan Nasional diartikan sebagai
sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum
NKRI. Standar mutu dalam dunia pendidikan selanjutnya disebut Standar Nasional
Pendidikan (SNP).
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a.
standar kompetensi lulusan adalah
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan
b.
standar isi adalah ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
c.
standar proses adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu
satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
d.
standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental,
serta pendidikan dalam jabatan.
e.
standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal
tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
f.
standar pengelolaan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota,
provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
g.
standar pembiayaan adalah standar
yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang
berlaku selama satu tahun; dan
h.
standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik.
Tingkat
keberhasilan peningkatkan standar mutu ditentukan
oleh banyak faktor. Sebagai contoh peningkatan standar mutu sekolah sangat ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kepemimpinan
Kepala Sekolah
Kepala
sekolah harus memiliki dan memahami visi kerja secara jelas,
mampu dan mau bekerja keras, mempunyai dorongan kerja yang tinggi, tekun dan
tabah dalam bekerja, memberikan layananyang optimal, dan disiplin
kerja yang kuat.
2. Siswa
Pendekatan
yang harus dilakukan adalah “anak sebagai pusat “ sehingga kompetensi dan
kemampuan siswa dapat digali sehingga sekolah dapat menginventarisir kekuatan
yang ada pada siswa .
3. Guru
Pelibatan
guru secara maksimal dengan meningkatkan kompetensi dan profesi kerja guru dalam
kegiatan seminar, Musyawarah Guru Mata Pelajaran, lokakarya serta pelatihan sehingga
hasil dari kegiatan tersebut diterapkan disekolah.
4. Kurikulum
Adanya
kurikulum yang ajeg dan tetap tetapi dinamis, dapat
memungkinkan dan memudahkan standar mutu yang diharapkan sehingga tujuan dapat
dicapai secara maksimal
5. Jaringan
Kerjasama
Jaringan
kerjasama tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah dan masyarakat semata
tetapi dengan organisasi lain, seperti perusahaan, instansi
sehingga output dari sekolah dapat terserap didalam dunia kerja
6. Tim Pengendali
Mutu
Tim Pengendali Mutu mempunyai peranan
penting dalam menjamin keberlangsungan standar mutu secara terus menerus dan
berkesinambungan. Tim ini merupakan tim independen yang melaksanakan dan
melakukan audit mutu secara berkala.
C. KESIMPULAN
1. Pelayanan adalah suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara
pelayanan baik berupa barang ataupun jasa yang menghasilkan
manfaat bagi penerima layanan.
2. Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent
service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik.
Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang
berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan
3. Standar
mutu adalah suatu standar yang ditetapkan oleh institusi penghasil produk
terhadap mutu produk yang dihasilkannya untuk memenuhi harapan dan kebutuhan
pelanggan terhadap kualitas produk yang digunakannya. Contoh standar mutu yang
diperkenalkan, seperti BS5750, Standar Internasional ISO9000, BS7850, Investor
in People, The Deming Prize, The Malcolm Baldridge Award, The European Quality
Award, The Citizen ‘s Charter, Akreditasi BAN-PT, Standar Nasional
Indonesia - Badan Standardisasi
Nasional (SNI – BSN).
4. Peningkatan standar mutu dilakukan melalui kegiatan monitoring dan
evaluasi (monev), evaluasi diri,audit, dan benchmarking
5. Tim Pengendali
Mutu mempunyai peranan penting dalam menjamin keberlangsungan standar mutu
secara terus menerus dan berkesinambungan. Tim ini merupakan tim independen
yang melaksanakan dan melakukan audit mutu secara berkala.
Referensi :
Darmadi, Hamid. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral.
Bandung : Alfabeta.
Dewantoro, Ki Hajar. 1962. Bagian Pertama: Pendidikan.
Jogjakarta : Taman Siswa.
Edward Sallis. 2006. Total Quality Management In
Education (alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi ). Jogjakarta : IRCiSoD
Eti Rochaety,dkk.2005 . Sistem Informamsi Manajemen
Pendidikan. Jakarta : bumi Aksara
Indra Djati Sidi.2003. Menuju Masyarakat Belajar.
Jakarta : Logos
Ismaun. 2007. Filsafat Administrasi Pendidikan.
Bandung: Universitas Pendidikan.
Lalu Sumayang.2003. Manajemen produksi dan Operasi.
Jakarta : Salemba Empat
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia..1991. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kloang
klede Putra Timur
Sagala,Syaiful.2005.Administrasi Pendidikan Kontemporer.
Bandung: Alfabeta
—————–.2004. Manajemen Berbasis Sekolah &Masyarakat.
Bandaung : alfabeta
Sudarwan Danim.2007.Visi Baru Manajemen Sekolah.
Jakarta : Bumi Aksara
Suyadi Prawirosentono. 2007 . Filosofi Baru tentang
Manajemen Mutu terpadu abad 21. Jakarta : Bumi Aksara
Zamroni. 2007 . Meningkatkan Mutu
Sekolah . Jakarta : PSAP Muhamadiy
http://guruidaman.blogspot.com/2012/11/konsep-pelayanan-dalam-pendidikan_9.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar